Nasab Imam Muhammad Shahib Mirbath
Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib Mirbat bin Sayyidina Al-Imam Kholi Qosam bin Sayyidina Alwi bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib As-Shouma’ah bin Sayyidina Al-Imam Alwi Shohib Saml bin Sayyidina Al-Imam Ubaidillah Shohibul Aradh bin Sayyidina Al-Imam Muhajir Ahmad bin Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi bin Sayyidina Al- Imam Muhammad An-Naqib bin Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraydhi bin Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Al-Imam As-Syahid Syababul Jannah Sayyidina Al-Husein. Rodiyallahu ‘Anhum Ajma’in.
Imam Muhammad bin Ali dikenal dengan Shahib Marbath. Beliau lahir di Tarim. Ibunya ialah syarifah Fathimah binti Muhammad bin Ali bin Jadid bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir. Imam Muhammad bin Ali adalah kakek dari semua keturunan keluarga Alawiyin dari dua cabang, yaitu keturunan dari al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali dan keturunan dari paman al-Faqih Muqaddam yaitu Alwi Ammu al-Faqih.
Imam Muhammad bin Ali Shahib Marbath belajar kepada ayahnya dan beberapa ulama besar di Hadramaut, Yaman, Mekkah, Madinah. Beliau juga hafal Alqur'an, alim, banyak beribadah, mengerjakan amal kebajikan, berkhidmat untuk lingkungannya dan menguasai berrbagai cabang ilmu.
Beliau banyak mencetak ulama, diantaranya Syaikh Saad bin Ali al-Zhufari, Syaikh Ali bin Abdullah al-Zhufari, Syaikh Salim Bafadhol, Syaikh Ali bin Ahmad Bamarwan, al-Qodhi Ahmad bin Muhammad Ba'isa, Syaikh Ali bin Muhammad al-Khatib, Syaikh Muhammad bin Ali Taj al-Arifin, keempat anak beliau dan lainnya.
Imam Muhammad bin Ali tinggal di Tarim dan sering bepergian ke beberapa daerah. Beliau seorang yang dermawan, mempunyai rasa kasih sayang kepada sesama dan peduli terhadap lingkungannya, sampai-sampai beliau menginfaqkan rumahnya yang berjumlah tujuh puluh rumah.
Dari Tarim beliau pindah ke Zhufar. Kepindahannya ke Zhufar kemungkinan disebabkan karena sampainya berita tentang kaum Khawarij di Gaza yang dipimpin oleh Usman bin Ali al-Zanji al-Takriti yang haus akan darah dan membunuh para ulama dan fuqaha. Di antara ulama Tarim yang dibunuh adalah dua bersaudara bernama: Ahmad dan Yahya Ibnu Salim bin Abi Akdar. Terbunuhnya mereka karena keduanya menganut paham Ahlu Sunnah Waljamaah.
Zhufar adalah daerah yang terletak di sebelah Timur Hadramaut, yaitu Zhufar lama. Dan terdapat pula Zhufar Habuzhi dimana nama kota tersebut dinisbahkan kepada Ahmad bin Muhammad al-Habuzhi yang mendiami Zhufar baru. Di Yaman selain Zhufar tersebut terdapat pula Zhufar yang lain yaitu Zhufar San'a dan Zhufar Asrof akan tetapi yang lebih dikenal adalah Zhufar Habuzhi.
Sesudah segala bencana dan kezaliman berlalu dari Hadramaut, maka keluarga Alawiyin menguasai negeri tersebut dan berubahlah negeri itu menjadi negeri yang aman. Setelah itu banyak keluarga Alawiyin yang bepergian keluar Hadramaut di antaranya ke Sawahil, Afrika Timur, Jawa, India dan negeri lainnya.
Sejak kecil beliau dididik oleh ayahnya Imam Ali Khali Qasam, dengan pendidikan agama termasuk memperdalam dan menghafal Al-Qur’an. Menjelang dewasa, beliau merantau keberbagai tempat untuk menimba ilmu dan mencari pengalaman. Setelah merasa cukup, belakangan beliau mengabdikan ilmunya seperti Syari’at, tasawuf dan bahasa arab di Hadramaut, sebelum tiba satnya hijrah ke Mirbath. Di Hadramaut maupun Oman, namanya termasyhur, bahkan dikenal sebagai wali, terutama lantaran akhlaqnya yang mulia, perilakunya istiqamah, lapang dada, dengan wawasan keagamaan yang luas.
Selain sebagai Mubaligh, beliau juga dikenal dermawan, suka membantu orang yang membutuhkan dan berkorban harta bagi kepentingan umum. Rumahnya di Mirbath senantiasa terbuka bagi para tamu dari segala lapisan, mulai dari ulama, politikus sampai orang biasa, dari perbagai penjuru. Beliau memang sangat dekat dengan masyarakat.
Bukan hanya itu, beliau juga suka menyantuni keluarga yang tidak mampu. Tak kurang dari 120 kepala keluarga menerima santunannya setiap bulan secara rutin. Beliau juga suka membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongannya. Setiap tamu yang dating ke rumahnya selalu beliau jamu dengan penuh penghormatan.
Beliau juga seorang pengusaha besar. Bisnisnya meliputi bidang pertanian, pternakan ayam dan berbagai usaha yang berhubungan dengan hajat orang banyak. Tanahnya di Bait Jubair cukup luas dan subur. Hasil ladang pertaniannya luar biasa banyak. Salah satu ladangnya di Bait Jubair dalam satu musim pernah menghasilkan sekitar 40 kuintal gandum.
Salah satu keistimewaannya ialah suka bepergian keberbagai tempat. Hampir semua tempat telah beliau kunjungi. Setiap kali beliau berkunjung ke sebuah desa selalu disambut beramai-ramai oleh penduduk setempat. Beliau memang sangat terkenal dan berpengaruh di kalangan rakyat kecil.
Pada awal abad kelima Hijriyah, beliau pindah dari Tarim ke Mirbath dan selanjutnya bermukim disana sampai akhir hayatnya. Sejak beliau tinggal di Mirbath, banyak orang yang mengunjunginya. Bukan sekedar bersilaturahmi, tapi juga menimba ilmu agama. Maka dengan senang hati, beliau berdakwah dan mengajar.
Kesibukannya menerima tamu dan mengajar tak mengurangi aktivitasnya beriktikaf, yang sering beliau lakukan di berbagai masjid, terutama Masjid Jami’ Mirbath. Masjid ini memang sengaja beliau bangun khusus untuk masyarakat sekitar Mirbath. Disana pula, beliau mengajar dan berdakwah, selain beriktikaf.
Penduduk Mirbath sangat menghormatinya, terutama karena pribadinya yang penuh dengan keteladanan dan berwibawa. Tutur katanya lembut dan menarik, akhlaqnya mulia dan sangat mempesona. Selain bertaqwa, hidupnya juga waraq dan zuhud. Sebagaimana ditulis oleh Sayid Muhammad dalam kitab Al-Masyrau’r Rawy, tingkat keulamaan Shahib Mirbath telah mencapai Syaihul Masyakhil Islam ( guru besar luar biasa dalam bidang ilmu agama islam ) dan ‘Ilmul-ulama al-alam ( sumber ilmu para ulama ). Dapat disimpulkan, kehadiran Shahib Mirbath di Mirbath banyak memberi manfaat bagi penduduk sekitarnya.
Habib Muhammad Shahib Mirbath dikarunai empat orang anak lelaki : Abdullah, Ahmad, Alwi dan Ali. Dari merekalah dikemudian hari berkembang cikal bakal keluarga besar Ba’alawi.
Putra pertama Abdullah, menurut sumber-sumber sejarah, antara lain dalam kitab Al-Madkhal karya Sayyid Alwi bin Thahir Al-Haddad, mempunyai keturunan yang kemudian menjadi pelopor dakwah di Asia Tenggara.
Putra kedua Ahmad, mempunyai seorang putri bernama Zainab, yang dijuluki Ummul Fuqara, istri Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali.
Putra ketiga Alwi Ammul Faqih, adalah sumber pertalian darah beberapa habib, seperti Al-Haddad, Aidid, bin Smith.
Putra keempat Ali, beliau adalah ayah Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali.
Dari merekalah kemudian keturunan Bani Alawiyin berkembang lebih kurang lebih kurang 75 leluhur, disamping leluhur Alawiyin lainnya dari keturunan Al-Imam Alwi Ammil Faqih Al-muqaddam bin Habib Muhammad Shahib Mirbath, yang akhirnya beranak pinak menjadi lebuh kurang 16 leluhur.
Adapun Ba’Alawi adalah gelar kehormatan yang diberikan kepada keturunan Alawi bin Ubaidillah bin Imam Ahmad bin Isa Al-Muhajir yang bernama Alawi adalah orang pertama yang dilahirkan di Hadramaut. Oleh karena itu anan cucu Alawi mendapat gelar Ba’Alawi, yang bermakna “keturunan Alawi”.
Panggilan Ba’Alawi juga bertujuan memisahkan kelompok keluarga ini dari cabang-cabang keluarga lain yang berketurunan dari Rasulullah SAW. Ba’Alawi juga dikenal dengan panggilan Sayyid.
Habib Muhammad Shahib Mirbath telah berhasil mendidik kader-kader ulama menjadi Ulama-ulama besar. Selain keempat putranya sendiri, ada beberapa Ulama lain hasil didikannya, seperti :
• Syekh Muhammad bin Ali ( yang dimakamkan di kota Sihr )
• Syekh Al-Imam Ali bin Abdullah Adh-Dhafariyin
• Syekh Salim bin Fadh
• Syekh Ali bin Ahmad Bamarwan
• Al-Qadhi Ahmad bin Muhammad Ba’isa
• Syekh ali bin Muhammad Al-Khatib.
Dari sinilah di kemudian hari muncul beberapa generasi yang melancarkan dakwah ke seantero negeri. Dalam salah satu bait Syair, Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad melukiskannya :
”Shahib Mirbath ( adalah ) seorang Imam, pusat bermuaranya keturunannya, yang ( kemudian menjadi ) para ahli dakwah.”
Al-Imam Habib Muhammad Shahib Mirbath wafat pada tahun 556 H / 1161 M dan dimakamkan di desa yang dicintainya, Mirbath.
( Dikutip dari Majalah Al-Kisah,No.24 / tahun III / 21 Nov.- 4 des. 2005 )
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment