Habib Abdullah bin Ali Al-Haddad adalah ulama besar pada zamannya. Beliau menuntut ilmu dari beberapa ulama, kuat beribadah, dan selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah swt. Ulama yang dikenal sangat alim, dan karenanya dikenal sebagai Waliyullah itu lahir pada 4 safar 1261 H atau 12 Februari 1840 M di kota Hawi, Tarim ( Hadramaut, Yaman ). Hadramaut memang dikenal sebagai "lahan subur" bagi pesemaian para ulama besar dan wali.
Habib Abdullah yang di Indonesia lebih popular dengan sebutan Habib Kramat Bangil terkenal di kalangan kaum muslimin sebagai ulama yang konsisten memperjuangkan kebenaran. Di masa hidupnya, tak jemu-jemu beliau mengajak umat untuk selalu hidup di jalan yang benar sesuai dengan ajaran Al-Qur'an dan Sunah Rasul.
Seperti lazimnya para ulama, Habib Abdullah juga menulis sejumlah kitab. Bukan hanya menulis kitab agama, beliau juga menulis syair yang bermuatan hikmah. Kumpulan syairnya dibukukan dalam bentuk Diwan ( antologi ) berjudul Qalaid Al-Lisan fi Ahl Al-Islami wa Al-Iman.
Sementara kitab yang ia tulis, antara lain, Suliamuthalib li Alal Maratib, Syarah Ratib Haddad, Hujjatul Mukminin fi Tawasul Bisayid Al-Mursalin dan kitab Maulid Al-Haddad, dll. Dan sebagai penghormatan kepadanya, setiap 27 safar digelarlah acara haul di makamnya di Sangeng Kramat, Bangil, Jawa Timur.
Beliau dibesarkan dalam keluarga yang akrab dengan nuansa kenabian, kewalian dan keilmuan. Sejak kecil, beliau mendapat bimbingan membaca, mempelajari dan menghafal Al-Qur'an dari ayahandanya Al 'Alamah Habib Ali bin Hasan Al-Haddad, sehingga alam pikirannya selalu terpaut dengan Al-Qur'an.
Menjelang dewasa, beliau meneruskan study di kota kelahirannya, Tarim. Di sanalah beliau mengenyam beberapa cabang ilmu, seperti tafsir, fiqih, hadits dll dari para ulama terkemuka. Guru-gurunya antara lain :
• Mufti Habib Al 'Allamah Abdurrahman Al-Masyhur ( pengarang kitab Bughayat al-Mustarsyidin .)
• Habib Umar bin Hasan Al-Haddad di Ghurfah.
• Habib Idrus bin Umar Al-Habsyi di Sewun.
• Habib Muhsin bin Alwi Assegaf.
• Habib Muhammad bin Ibrahim Bilfaqih.
Dalam hal tasawuf, beliau berguru kepada Al 'Allamah Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad yang terkenal sebagai pendiri Tarekat Haddadiyah. Beberapa tahun setelah belajar kepada guru tasawufnya itu, beliau juga dikenal sebagai sufi terkemuka dan seorang mursyid di kalangan Tarekat Haddadiyah.
Pada tahun 1281 H / 1860 M, beliau meninggalkan kampong halaman menuju kota Do,an dan Gidun untuk berguru kepada beberapa ulama, seperti Habib Thohir bin Umar Al-Haddad dan Syekh Muhammad bin Abdullah Basuwaidan. Kepada mereka, Habib Abdullah mempelajari kitab Minhaj Al-Thalibin karya Imam Nawawi. Tak lama kemudian, beliau mendapat ijazah untuk beberapa cabang ilmu, seperti Aqidah, Nas ( pegangan dalam hokum islam ), ilmu Ushul ( pokok-pokok ilmu pengetahuan tentang ilmu fiqih ), periwayatan hadits dan logika.
Sebagai Ulama yang haus ilmu, pada 1294 H / 1873 M, beliau meneruskan perjalanan ke Guairah untuk berguru kepada Al'Alamah Al-'Arif billah Habib Ahmad bin Muhammad Al-Mukhdar. Dari ayahanda Habib Muhammad bin Ahmad Al-Mukhdar ( Bondowoso, Jawa Timur ), beliau mendapat ijazah untuk beberapa cabang ilmu pengetahuan.
Pada salah satu mukadimah ijazahnya, disebutkan, "Aku berikan ijazah kepada keturunan Al-Quthb Al-Ghouts, Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad, seorang ahli ibadah yang tampak di wajahnya cahaya ulama salaf. Kelak, dia akan menggantikan kedudukan salaf pendahulunya dan aku anggap dia sebagai anakku."
Pada tahun 1295 H / 1874 M, beliau menunaikan ibadah haji dan berziarah ke makam Rasulullah saw. Selama berada di Makkah, beliau tinggal di rumah mufti Habib Muhammad bin Husein Al-Habsyi ( ayahanda Al-Imam Al-'Allamah Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi ), penyusun Simtud Duror. Sementara, di kota Jarwal, beliau mempelajari, antara lain, ilmu Nahwu ( tata kalimat ) dan mantik ( logika ), sehingga memperoleh ijazah dari Sayyid Ahmad Zaini Dahlan.
Tak lama kemudian, beliau menuju ke Madinah. Tinggal empat bulan disana, beliau berguru pada Syekh Muhammad Abdul Mukti bin Muhammad al-Azab, seorang faqih dan pakar bahasa arab. Tapi beliau tidak mendapat ijazah, sebelum mendapat ijazah dari Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad. Setelah mendapat ijazah dari Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad berupa wirid dan kitab-kitab karangannya, barulah beliau memperoleh ijazah dari Syekh Muhammad Abdul Mukti.
Setelah "kenyang" dengan ilmu, pada 1297 H / 1876 M, beliau mulai berdakwah ke tanah Melayu. Mula-mula ke Singapura, lalu ke Johor. Disana, beliau bersahabat dengan Sayyid Salim bin Thaha Al-Habsyi dan Sultan Abu Bakar bin Ibrahim yang saat itu menjadi Sultan Johor. Ketika menghadiri peresmian istana Kesultanan Johor, beliau ditemui oleh Sultan Ahmad dari Padang dan diminta untuk menjadi disana. Namun, Habib Abdullah menolak dengan baik.
Setelah kurang lebih empat tahun berdakwah di Johor, beliau meneruskan perjanan dakwahnya ke Jawa, Indonesia. Mula-mula, beliau tiba di Batavia, kemudian meneruskan ke Bogor, Solo dan Surabaya. Di kota-kota tersebut, beliau merasa kurang nyaman, walaupun kaum muslimin setempat menyambutnya dengan antusias. Pada akhir syawal 1301 H, beliau tiba di Bangil, Jawa Timur. Disinilah beliau merasakan kenyamanan dan pada akhirnya menetap untuk berdakwah. Setiap hari, selepas asar, beliau menggelar Rahah ( pengajian ), dan setiap kamis mengisi majelis taklim di Masjid Kalianyar.
Beliau mengisi hari-harinya dengan ibadah. Sejak magrib hingga menjelang isya, beliau selalu membaca Al-Qur'an dengan hafalan. Selepas shalat Isya berjemaah, beliau beristirahat selama dua jam, dan setelah itu membaca ratib bersama anak dan para sahabatnya. Kemudian, beliau menyelenggarakan muthala'ah ( menelaah ) sampai pukul 24.00.
Dua jam kemudian, beliau beristirahat lalu shalat Sunah, dan setelah itu berkeliling kota Bangil.pukul 03.00 dinihari pulang, lalu shalat Tahajud hingga menjelang fajar. Setelah shalat Subuh berjemaah dengan keluarga, beliau membaca wirid sampai menjelang waktu dhuha, lalu sholat dhuha delapan raka'at. Begitulah amalan Ulama besar ini setiap hari.
Pada suatu malam, ketika berjalan mengelilingi kota Bangil, beliau bertemu dengan seorang anggota hansip. "Kenapa malam-malam begini Habib keliling di jalanan?".tanya hansip keheranan.
"Mengapa kamu juga berada di pos penjagaan ini?" Habib Abdullah kembali bertanya.
"Kami ditugasi oleh Pak Camat menjaga daerah sekitar ini." Jawab Hansip.
Maka Habib Abdullah pun menimpali, "Saya mendapat tugas dari penguasa alam semesta."
Suatu hari, beliau membacakan kitab-kitab karangan Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad di Masjid Kalianyar. Setiap kali hadir di majelis taklim yang dihadiri kurang lebih 60 orang itu, beliau biasa membawa ketel kecil berisi kopi. Usai pengajian, menjelang magrib, dihidangkanlah kopi untuk para jemaah. Kopi itu cukup untuk 60 orang yang hadir.
Suatu hari, tanpa diduga, Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhar bersama rombongan sebanyak 60 orang berkunjung ke majlis taklim tersebut. Habib Abdullah pun minta Syekh Mubarak Jabli menuangkan kopi dan menghidangkannya kepada mereka. Setelah menuangkan kopi ke beberapa cangkir, ternyata kopinya habis, dan ia berhenti menghidangkan kopi.
"Tuangkanlah lagi kopinya." Kata Habib Abdullah.
Dengan bingung, Syekh Mubarak berbisik kepada Habib Muhammad, putra Habib Abdullah, "Ketelnya sudah kosong."
Tapi kata Habib Muhammad, "Turuti saja perintahnya."
Maka Syekh Mubarak pun kembali mencoba menuangkan kopi ke cangkir-cangkir dari ketel kosong itu. Tapi betapa terkejut manakala dilihatnya, atas izin Allah swt, dari ketel kosong tetap mengucur kopi hangat hingga seluruh tamu kebagian.
Suatu sore, seorang bangsawan Bugis dari Makassar bertandang ke Bangil, dan menghadiahkan sebuah peti dari emas berisi kayu gaharu, dan sejumlah besar uang untuk Habib Abdullah. Sebelum menerima hadiah, beliauu bertanya, "Apakah di negerimu ada orang yang berhak menerima sedekah?"
Bangsawan itu berkata, "ya, ada."
Maka Habib Abdullah berkata pun minta agar hadiah itu dibagi-bagikan kepada faqir miskin di Makassar.
"Alhamdulillah, kami dalam keadaan mampu." Ujar Habib Abdullah seraya menunjuk sebuah karung penuh uang emas. Maka sang bangsawan Bugis itu pun segera mohon maaf dan berjanji melaksanakan amanatnya. Habib Abdullah memang dikenal sangat dekat dengan faqir miskin. Setiap bulan, beliau membantu sekitar 70 keluarga miskin.
Suatu hari Residen Pasuruan dating ke Bangil. Begitu ia turun dari kereta berkuda, semua orang berdiri menghormatinya. Kebetulan saat itu, Habib Abdullah berada disitu, mengantar pamannya, Habib Ahmad bin Hasan Al-Haddad, hendak pulang ke Surabaya. Ketika sang Residen lewat persis di depan Habib Abdullah, ia tidak mengindahkannya. Ia tetap duduk santai, tidak berdiri menghormatinya.
Maka datang seorang anggota polisi memerintahkannya datang ke kantor Residenan Pasuruan. Tanpa pikir panjang, beliau pun berangkat kesana. Sampai disana, beliaupun menunggu di ruang depan, tapi tak seorangpun petugas pun menemuinya. Anehnya, bahkan ada beberapa petugas yang lari ketakutan ketika melihat kehadiran Habib Abdullah.
Akhirnya, seorang pegawai Karisidenan menemuinya sambil berkata gemetara, "Sebaiknya Habib kembali saja, sebab Residen dan semua stafnya takut melihat Habib yang didampingi dua ekor harimau dengan mulut terbuka."
Setelah kejadian itu, Sang Residen meletakkan jabatan.
Suatu hari, Sayid Umar Syatta, Mufti Haramain dari Mekah, menerima ru'yah ( penampakan dalam mimpi ) bahwa Rasulullah saw menganjurkannya untuk menemui Habib Abdullah bin Ali Al-Haddad.
"Dia adalah cucuku yang sebenarnya." Kata Nabi saw dalam ru'yah tersebut. Dalam perjumpaan itu, Sayyid Umar Syatta menciumi lutut dan kaki serta minta maaf kepada Habib Abdullah, karena tidak tahu kedudukan Habib Abdullah; jika Nabi saw tidak memberitahukannya.
Ada satu hal yang selalu beliau tekankan kepada murid-muridnya, juga dalam tulisan di beberapa kitabnya. Beliau selalu mengajarkan untuk berprilaku tawaduk ( rendah hati ), tidak takabur, sombong dan ria. Sebab, kata habib Abdullah, semua itu adalah sifat-sifat setan.
( Al - Kisah No.21 / Tahun II / 11 – 24 Oktober 2004 )
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
tgl 16 mei 2010 ba'da isya,insya Allah akan diadakan acara Maulid serta Haul Al Imam Al Quthub Al Habib Abdullah bin Ali Al Haddad,di jln Pedati Raya oleh Majelis Ratib dan Dzikir Mitahul Jannah pimpinan Habib Sholeh bin Abdullah bin Ahmad Al Haddad
ReplyDeletesiapakah nama anak cucu alhabib abdullah bin ali alhadad yg brada dbangil dan luar daerah atau profensi
ReplyDeleteSaya kenal cucunya bernama habib hasan bin ali bin abdullah al haddad. Skrg tinggal di sentul jawa barat
Delete