Friday, January 2, 2009

Imam Ali Zainal Abidin Ra

Setelah dua cucu tersayang Rasulullah SAW, yaitu Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein wafat; sementara sisa-sisa keturunan beliau yang lain terbunuh di Padang Karbala; yang masih hidup ialah Sayyidina Ali Zainal Abidin, satu-satunya putra Sayyidina Husein bin Ali bin Abi Thalib. Cicit Rasulullah ini lahir di Madinah pada tahun 33 H / 613 M, sementara riwayat lain mengungkapkan beliau lahir pada tahun 38 H / 618 H. ketika pecah tragedi Karbala beliau berusia 11 tahun.
Termasuk generasi tabi’in, Imam Ali Zainal Abidin banyak meriwayatkan hadits dari ayahnya Sayyidina Husein dan pamannya, Sayyidina Hasan. Juga dari para sahabat seperti, seperti Jabir, Ibnu Abbas, Al-Musawwir bin Makhramah, Abu Hurairah, Shafiyyah,Aisyah, Ummu Kultsum dan para istri Rasulullah SAW yang lazim disebut Ummahatul Mukminin, ibunda kaum mukminin.
Ketika Ayahandanya, Imam Husein berjuang melawan perajurit Khalifah Yazid bin Muawiyah, beliau tengah sakit dan berada didalam kemah bersama kaum wanita. Beliau menyaksikan dengan mata kepala sendiri betapa semua anggota keluarganya berguguran syahid, sehingga kenangan getir tak pernah lepas dari benaknya. Beliau bahkan menyaksikan bagaimana ayahandanya dipancung.
Setelah perang usai, sisa anggota keluarga Imam Husein yang masih hidup ditawan di Kufah, Iraq. Bahkan Sayyidina Ali Zainal Abidin, yang ketika itu baru berusia 11 tahun, hampir dibunuh. Tapi nyawanya selamat berkat kegigihan Sayyidah Zainab, bibinya, yang memeluknya dan mencegah para perajurit mendekat. Tak lama kemudian para tawanan dipindah ke Damaskus, Syiria, dipertemukan dengan Khalifah Yazid bin Muawiyah. Tapi kemudian dibebaskan, bahkan diantar pulang ke Madinah.

Kepribadian Sayyidina Ali Zainal Abidin ra.

Di Madinah, Sayyidina Ali Zainal Abidin tumbuh sebagai seorang yang sangat alim. Beliau tekun beribadah, sementara ketinggian ilmu agamanya menjadikannya sebagai rujukan para ulama. Terutama dalam ilmu Hadits. Lebih dari itu, beliau sangat terkenal sebagai ahli ibadah yang luar biasa.
Kata “Zainal Abidin “ ( Mahkota para Ahli Ibadah ) merupakan gelar Sayyidina Ali bin Husein ra yang diberikan oleh Sa’id bin Musayyib. Tentang Sayyidina bin Husein ra, Ibnu Taimiyah berkata :
“Ali bin Husein adalah Mahkota para Ahli Ibadah dan pemyejuk pandangan Islam, hal ini karena banyaknya amalan-amalannya yang sangat masyhur meliputi ibadah, zuhud, wara’, keramah tamahan dan keluhuran akhlaknya.”
Dalam riwayat Al-Utbi, ia berkata ; telah bercerita kepada kami ayahku, ia berkata :
“Bila Ali bin Husein selesai berwudlu, maka tubuhnya gemetar; lalu beliau pernah ditanya tentang hal itu, beliau menjawab :
“Kalian tidak mengetahui dihadapan siapakah saya berdiri dan siapakah yang sedang saya ajak bermunajat.”
Thowus pernah melihat Sayyidina Ali Zainal Abidin sedang sholat dan berdoa’ sambil menangis di Masjidil Haram; lalu ia bertanya kepada Sayyidina Ali Zainal Abidin :
“ Wahai cucu Rasulullah saw, saya heran melihat kamu melakukan ini, padahal kamu memiliki tiga jaminan yang saya harapkan dapat memberi ketenteraman dari perasaan khawatir; perama kamu adalah Putra ( keturunan ) Rasulullah saw, kedua adalah syafaat dari kakekmu dan ketiga adalah rahmat dari Allah swt.”
Sayyidina Ali Zainal Abidin menjawab :
“Wahai Thowus, bilamana aku putra ( keturunan ) Rasulullah saw, maka hal itu belum bisa menenteramkan hatiku, karena saya mendengar Allah berfirman : “Maka tidak ada lagi pertalian nasab diantara mereka pada hari itu ( hari Qiyamat ) dan tidak pula mereka saling bertanya.” ( Al-Mu’minun : 101 ).
Sedangkan mengenai Syafaat kakekku, maka hal itu belum bisa menenteramkan hatiku, karena Allah swt berfirman : “Dan mereka tiada memberi syafa’at melainkan kepada orang yang diridloi Allah swt.” ( Al-Anbiya :28 ).
Sedangkan mengenai rahmat Allah swt, maka sesungguhnya Allah swt berfirman : “Sesungguhnya rahmat Allah swt dekat kepada orang-prang yang suka berbuat kebaikan kebaikan.”
Sedangkan saya tidak yakin kalau saya adalah orang yang suka berbuat kebaikan.”
Dalam Riwayat lain, beliau berkata :
“Demi Allah, sesungguhnya saya amat berharap agar Allah swt memberi balasan kepada orang yang berbuat diantara kami dua pahala dan saya amat khawatir bila Allah swt memberi balasan kepada orang yang berbuat jelek diantara kami dengan dua lipatan dosa.”

Sayyid Muhammad Al-Baqir ( anak lelakinya ) bercerita:

“Setiap kali mendapat nikmat Allah SWT, Imam Ali Zainal Abidin langsung bersujud, setiap kali membaca ayat sajdah dalam Al Quran, beliau selalu bersujud. Setiap kali selesai sholat fardhu, beliau selalu bersujud. Dan setiap kali berhasil mendamaikan orang berselisih, beliau selalu bersujud. Karena sering bersujud itulah tampak bekas sujud di keningnya, dan karena itu pula beliau disebut As-sajjad, orang yang suka bersujud”.
Sayyidina Ali Zainal Abidin ialah seorang yang kekhusyu'annya dalam wudhu', shalat dan ibadah sangatlah menakjubkan. Dalam sehari semalam ia shalat (sunnah) seribu raka'at, yang ia kerjakan sampai akhir hayatnya. Ia sangat takut kepada Allah, sampai-sampai bila ia berwudhu' maka menjadi pucat dan gemetarlah seluruh anggota badannya. Ketika ditanya, kenapa tuan menjadi demikian? Ia menjawab: Tahukah kalian di hadapan siapakah aku akan berdiri?
Ia juga dikenal dengan sebutan al-Sajjad (yang banyak sujud). Di antara putra Sayyidina Ali Zainal Abidin ialah:
-Muhammad al-Baqir
Ibunya Fathimah binti Hasan bin Ali bin Abi
-Abdullah al-Bahir Thalib.
-Zaid (Sohibul Mazhab Syi'ah Zaidiyah, mempunyai anak Isa dan Yahya)
-Umar al-Asyrof

-Ali Ibunya bernama Zajlan
-Husein al-Ashgor (Ibunya bernama Sa'adah)
Keenam nama di atas mempunyai keturunan.
1. Husein al-Akbar
2. Qasim
3. Hasan
4. Sulaiman
5. Abdurahman.

Imam Ali Zainal Abidin benar-benar mewarisi sikap dan sifat ayahandanya dalam hal keilmuan dan kezuhudan.
“Diantara Bani Hasyim, saya kira dialah yang paling mulia.”
Kata Yahya Al-Anshari, salah seorang ulama terkemuka dimasanya. Kemuliaan itu, antara lain, karena beliau selalu dalam keadaan suci, selalu berwudhu, dan tak pernah absen menunaikan qiamullail baik di rumah maupun dalam perjalanan.
Suatu hari, ketika keluar dari masjid, seorang lelaki mencaci maki Imam Ali Zainal Abidin. Spontan orang-orang disekitarnya berusaha memukul lelaki tersebut, tapi Imam Ali Zainal Abidin mencegahnya. Lalu katanya,”Apa yang engkau belum ketahui tentang diriku? Apakah engkau membutuhkan sesuatu?”
Mendengar ucapan lemah lembut itu, laki-laki tersebut merasa malu. Lalu Imam Ali Zainal Abidin memberinya uang 1000 dirham. Maka kata laki-laki tersebut:

”Saya bersaksi, engkau benar-benar cicit Rasulullah.SAW”

Hampir setiap malam Imam Ali Zainal Abidin menggotong sekarung gandum dan membagikannya kepada faqir miskin Madinah.
“Sesungguhnya sedekah yang disampaikan secara sembunyi-sembunyi dapat memadamkan murka Allah SWT.” Katanya.
Ketika itu, sebagian warga Madinah mendapat nafkah tanpa mengetahui dari mana asal nafkahnya. Dan ketika Imam Ali Zainal Abidin wafat, ternyata mereka tak lagi mendapat gandum.
Setiap kali meminjamkan uang atau pakaian, Imam Ali Zainal Abidin tak pernah memintanya kembali. Jika bernazar tidak makan dan minum, beliau tetap berpuasa sampai dapat memenuhi nazarnya. Begitu dermawan dan penuh kasih sayang, bahkan kepada hewan yang dikendarainya pun beliau tak pernah mencambuk.
Sayyidina Ali Zainal Abidin pernah berkata di hadapan orang-orang yang mengolok-olok Sayyidina Abu Bakar Ash Shiddiq, Sayyidina Umar bin Khottob ra dan Sayyidina Utsman bin Affan ra dan memuji-muji Ayahnya dan Kakeknya Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw :
Alangkah bohongnya kalian semua dan alangkah kurang ajarnya kalian semua kepada Allah swt, kami adalah dari golongan kaum yang sholeh dan cukuplah bagi kami menjadi golongan kaum yang Sholeh.”
Imam Ali Zainal Abidin tak tertarik lagi dengan politik. Namun karena beliau memiliki murid dan pengaruh besar di kalangan agamawan, tak pelak Yazid sering meneror dan mengancam hendak membunuhnya. Imam Ali Zainal abidin sempat berujar:

“Ya Allah, dalam setiap masalah yang kuhadapi, aku telah melihat kelemahanku. Aku telah menyadari ketidak mampuanku untuk mencari bantuan masyarakat dalam menghadapi orang-orang yang memerangiku, dan Ku akui kesendirianku dalam menghadapi banyaknya orang yang memusuhiku”.

Imam Ali Zainal Abidin pernah dipermalukan oleh penguasa Muawiyah, memborgolnya dari Madinah hingga Damaskus, pusat pemerintahan Muawiyah. Di Damaskus, beliau sangat dihina dan kemudian dipulangkan kembali ke Madinah sebagai pesakitan, dengan tetap diborgol kedua tangannya.
Meskipun tragedy Karbala sangat membekas dalam kalbunya; beliau berusaha menyadarkan umat agar bersabar menghadapi kekuasaan yang represif. Dengan arif beliau mendidik dan memperbaiki nasib umat. Salah satunya dengan menyusun rangkaian do’a berjudul As-Sahifah As-Sajjadiyyah yang beliau maksudkan untuk mengobati penyakit rohani yang merajalela, sekaligus memanjatkan permohonan kepada Allah SWT agar terlepas dari situasi yang menghimpit.
Sebagai Waliyullah, beliau dinilai sudah mencapai maqam Mukasyafah, peringkat tertinggi, yang mampu menyingkap tabir ketuhanan. Salah satu karamahnya ialah tentang surat rahasia dari Khalifah Abdul Malik bin Marwan kepada panglimanya, Hajjaj bin Yusuf As-Saqafi. Surat itu antara lain berbunyi,:
“jauhkan aku dari lumuran darah Bani Abdul Muthalib, yang setelah bergelimang dalam dosa tidak lagi mampu bertahan, kecuali dalam waktu yang tidak lama…”
Pada saat yang bersamaan, Imam Ali Zainal Abidin juga menulis surat kepada Khalifah Malik bin Marwan, yang diantaranya berbunyi,
“Anda telah menulis surat kepada Hajjaj mengenai keamanan kami. Semoga Allah SWT memberi balasan sebaik-baiknya kepada anda.”
Tentu saja Khalifah Abdul Malik bin Marwan tercengang membacanya. Sebab tanggal surat itu persis sama dengan tanggal surat Khalifah kepada Hajjaj.
Dan ternyata saat keberangkatan utusan Imam Ali Zainal Abidin dari Madinah juga sama dengan saat keberangkatan utusan Khalifah yang mengantarkan surat kepada Hajjaj. Karena itu Khalifah Malik pun menyadari, Allah SWT telah membuka mata batin Imam Ali Zainal Abidin. Beliau lalu menulis surat dan menyampaikan hadiah kepada Imam Ali Zainal Abidin.
Cicit Rasulullah SAW ini juga dikenal sebagai pembela hak asasi manusia. Dalam Risalahnya, Risalah Al-Huquq, antara lain beliau menulis, manusia punya haq dan kewajiban kepada Allah SWt, kepada diri sendiri, kepada sesama manusia dan kepada sesama makhluq Alla SWT. Mengenai haq dan kewajiban kepada sesama manusia, beliau memperinci haq dan kewajiban rakyat kepada penguasa dan sebaliknya. Risalah ini tentu sangat istimewa, karena ditulis pada abad ke 7 masehi; sebelum lahirnya dokumen Magna Charta dalam sejarah Inggris, lima abad setelah itu, yang kemudian berkembang menjadi Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia.

Wafatnya Imam Sayyidina Ali Zainal Abidin ra

Di zamannya, pengaruh Imam Ali Zainal Abidin sangat kuat. Begitu besar kharismanya, sehingga seorang khalifahpun mengkhawatirkan tahtanya. Ketika menggantikan ayahnya, Abdul Malik, sebagai Khalifah, Walid sempat khawatir, jangan-jangan kharisma Imam Ali Zainal Abidin mampu menggoyang tahtanya.
Maka pada tahun 95 H / 675 M, Khalifahpun berusaha mendekati sang Waliyullah melalui seseorang, yang kemudian ternyata meracuni beliau; hingga Imam Ali Zainal Abidin wafat dalam usia 56 atau 57 tahun. Untuk kesekian kalinya anak cucu Rasulullah SAW berduka cita. Imam Ali Zainal Abidin wafat di Madinah pada tanggal 18 Muharram tahun 95 H / 674 M, meninggalkan 11 orang putra dan 4 orang putri. Anak-anak Imam Ali Zainal Abidin yang kemudian meneruskan ilmunya adalah Sayyidina Muhammad Al-Baqir. Jenazah Imam Ali Zainal Abidin disemayamkan di Maqam Baqi’, dekat makam sang paman, Sayyidina Hasan.

Wasiat dan Nasihat Imam Ali Zainal Abidin

Para muridnya selalu mengenangnya dan mencatat semua ajarannya. Karya Imam Ali Zainal Abidin yang sangat popular adalah Risalatul Huquq, yang berisi 51 pemikirannya tentang hak-hak manusia, termasuk hak asasi manusia. Khotbah-khotbahnya juga dicatat oleh muridnya yang kemudian dibukukan dengan judul Ash-Shahifah As-Sajjadiyah ( lembaran catatan As-Sajjad ), yang sangat populer dan disejajarkan dengan karya kakeknya, Sayyidina Ali bin Abi Thalib, An-Nahjul Balaghah.
Sebagai Waliyullah, beliau juga sangat terkenal dengan ungkapan atau nasihat-nasihatnya, terutama yang ditujukan kepada kaum Syiah, pengikutnya; misalnya :

• “Semoga Allah SWT melindungi kami dan kalian dari tipu daya orang-orang zalim, kedzaliman para penghasut dan paksaan para pemaksa. Wahai orang-orang Mukmin, janganlah kalian tertipu oleh para thagut, penguasa zalim, pencari dunia yang hatinya dirasuki kecintaan kepada dunia, dan selalu menginginkan kenikmatan tiada nilai serta kelezatan dunia yang cepat berlalu. Aku bersumpah demi jiwaku, dimasa lalu, kalian telah melewati beberapa kejadian dan melalui beberapa fitnah dengan selamat, sementara kalian selalu menjauh dari orang-orang sesat, para pembuat bid’ah dan perusak di muka bumi. Maka kini mohonlah pertolongan Allah SWT dan kembalilah taat kepada Allah SWT dan kepada Wali Allah SWT yang lebih layak daripada para penguasa.”

• “Dahulukanlah perintah Allah SWT dan ketaatan kepada orang yang telah diwajibkan oleh Allah SWT dari segala sesuatu dan selamanya dalam semua urusan. Janganlah kalian mendahulukan ketaatan kepada para thagut yang tertipu oleh dunia yang semu, daripada ketaatan kepada Allah SWT. Berhati-hatilah, jangan bergaul dengan para pendosa dan orang-orang yang tercemar maksiat. Berhati-hatilah bekerja sama dengan orang-orang zalim dan berdekatan atau berhubungan dengan orang-orang fasik. Waspadalah fitnah mereka dan menjauhlah dari mereka. Ketahuilah, barang siapa menentang para wali Allah SWT, mengikuti agama selain agama Allah SWT, dan mengabaikan perintah dan larangan Wali Allah SWT, ia akan masuk neraka, dan tertimpa kobaran api yang menyala-nyala.”

• Wahai nafsu hentikanlah kecondonganmu kepada dunia dan kecenderungan untuk meramaikannya, tidaklah engkau menjadikan sebagai pelajaran terhadap para pendahulumu yang telah ditelan bumi serta para sahabatmu yang telah membuatmu bersedih karena kepergiannya, demikian juga kawan-kawanmu yang telah berpindah kedalam tanah, mereka sekarang telah berada di dalam perut bumi, dibalik permukaannya, kebaikan-kebaikan mereka ikut lebur menyatu didalamnya , sudah berapa banyak manusia – manusia yang telah dibinasakan ole kekejaman masa dari abad kea bad, serta berapa banyak manusia-manusia yang telah dirusak oleh bumi dengan bencana-bencananya, lalu mereka ditenggelamkan di dalam gumpalan tanahnya, dari berbagai jenis manusia yang pernah engkau ajak bergaul dan kemudian mereka kamu antarkan ke dalam kuburnya.”

• Betapa banyak manusia yang telah ditipu oleh dunia dari mereka yang justru mendiaminya, dan betapa banyak manusia yang telah dibanting oleh dunia dari mereka yang justru menempatinya, lalu dunia itu tidak mau mengangkatnya lagi dari keterpelesetannya, tidak menyelamatkannya dari kebinasaannya, tidak menyembuhkan dari kepedihannya, tidak membebaskannya dari penyakitnya dan tidak melepaskannya dari penderitaannya.”

• Wahai putraku janganlah engkau berteman dengan orang fasik, karena sesungguhnya dia akan menjualmu dengan sesuap makanan atau lebih sedikit lagi dari hal itu yang ia belum memperolehnya, dan janganlah berteman dengan orang bakhil ( pelit ) karena sesungguhnya dia akan mentelantarkanmu di dalam apa yang dia miliki, sedangkan engkau sangat membutuhkannya, serta janganlah kanu berteman dengan seorang pembohong, karena sesungguhnya dia adalah seperti fatamorgana, ia membuat sesuatu yang jauh nampak dekat dihadapanmu dan membuat sesuatu yang dekat nampak jauh dari dirimu, demikian juga orang yang tolol, karena sesungguhnya ia ingin menguntungkan dirimu ( tapi karena ketololannya ) maka ia malah menyengsarakan dirimu, dan jangan pula dengan suka memutuskan tali persaudaraan, karena dia adalah orang yang mendapat laknat di dalam kitabullah, dengan firmannya : “Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah swt, maka Allah swt menulikan telinga mereka dan membutakan penglihatan mereka.”
( Muhammad :22-23 )

• Sesungguhnya Allah swt menyukai seseorang yang telah berbuat dosa, lalu bertobat.”
• Orang yang tidak memerintah terhadap kebaikan dan mencegah kemungkaran adalah seperti orang yang mencampakkan Kitabullah di belakang punggungnya.

• Orang-orang yang menjadi pimpinan para manusia adalah orang-orang yang bermurah hati dan bertaqwa, sedangkan di Akhirat nanti, yang mulya adalah orang-orang ahli agama, ahli keutamaan dan orang ahli ilmu yang bertaqwa, karena sesungguhnya Ulama adalah Ahli waris Para Nabi.

• Ada 4 perkara yang barangsiapa memilikinya, niscaya imannya menjadi sempurna, dosa-dosanya diampuni dan ia akan berjumpa dengan tuhannya dalam keadaan ridlo kepadanya, yaitu barangsiapa yang mau menepati karena Allah swt, terhadap apa yang diwajibkan Allah swt atas dirinya untuk para manusia, lisannya selalu berkata jujur kepada para manusia dan ia bersikap malu terhadap segala perbuatan jelek menurut pandangan Allah swt dan para manusia, serta ia selalu berbudi pekerti yang baik kepada para keluarganya.

• Amal yang paling utama disisi Allah swt adalah sesuatu yang dilakukan menurut sunnah Rasulullah saw.

• Janganlah kamu merasa tidak suka berteman dengan seseorang, meskipun kamu telah mengira bahwa orang ini tidak akan bermnfaat bagi dirimu, karena sesungguhnya kamu tidak tahu kapan kamu akan membutuhkan temanmu itu.

• Orang yang berhati hasud (dengki) tidak akan meraih kemulyaan dan orang yang suka dendam akanmati merana. Sejelek-jeleknya saudara adalah yang selalu memperhatikan dirimu ketika kamu kaya dan ia menjauhi kamu, ketika kamu dalam keadaan melarat. Bersikap rela terhadap taqdir Allah swt yang tidak menyenangkan adalah merupakan martabat yang tinggi.

(Dikutip dari buku Ajarilah Anakmu Mencintai Keluarga Nabi SAW; Muhammad Abduh, majalah Al-Kisah No. 05/Tahun IV/27 Feb-12 Mar 2006)

No comments:

Post a Comment