Monday, January 5, 2009

Habib Abdullah bin Muhsin Al - Aththas

Semasa hidupnya, Habib Abdullah bin Muhsin Al-Aththas atau yang lebih dikenal sebagai Habib Empang Bogor, pernah dijebloskan ke penjara oleh pemerintah Belanda di Batavia ( Jakarta ). Pemenjaraan itu gara-gara terjadinya pemberontakan di Banten. Habib Abdullah disebut-sebut punya andil dalam mengobarkan semangat perlawanan di daerah yang menjadi basis dakwahnya itu.
Kalau kita membuka sejarah, pemberontakan yang disebut "Pemberontakan Petani" yang menggemparkan kompeni Belanda waktu itu, dimotori oleh para santri dan ulama. Pemberontakan tersebut berlangsung beberapa kali, tahun 1834, 1836, 1842, 1849, 1880 dan 1888. berkaca dari meletusnya pemberontakan itu, ada dua kemungkinan tahun kejadian penangkapan Habib Abdullah bin Muhsin Al-Aththas tahun 1880, saat beliau berusia 31 tahun. Habib Abdullah lahir tahun 1849 M. Beliau ditahan selama 7 tahun.
Meski sudah dipisahkan oleh benteng penjara, Habib Abdullah bin Muhsin Al-Aththas tetap menjadi rujukan dan pusat bagi umat untuk bertanya soal agama dan berkeluh kesah. Lingkungan penjara yang biasa sepi berubah menjadi ramai karena sesak oleh pengunjung yang datang dari segenap kampung di Betawi dan Bogor.
Peristiwa ini mengherankan sekaligus mencemaskan petinggi Belanda. Para petugas penjara kewalahan mengatur umat yang datang menjenguk pemimpin rohani mereka. Sehingga muncul usulan dari para penjaga agar Habib Abdullah dibebaskan saja. Ketika tawaran itu disampaikan kepada Habib Abdullah, beliau malah menolak dan lebih suka menunggu hingga habis akhir masa hukumannya.
Jawaban Habib Abdullah itu tak terlepas dari peristiwa kedatangan kakeknya, Habib Umar bin Abdurrahman Al-Aththas, pada suatu malam, Ajaib, tiba-tiba saja pintu penjara terbuka lebar. "Jika kau ingin keluar dari penjara, keluarlah sekarang. Tapi jika engkau mau bersabar, bersabarlah." Ucap sang kakek. Dan ternyata habib Abdullah memilih bersabar.
Masih di malam yang sama, Habib Abdullah dikunjungi sejumlah tamu kehormatan, antara lain Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ba 'Alawi, Syekh Abdul Qadir jailani dan beberapa tokoh wali lainnya. Al-Faqih Al-Muqaddam berkenan menghadiahkan peci Alfiyah. Hingga pagi hari peci itu masih terpasang di kepala Habib Abdullah.
Semakin hari semakin ramai penjara tersebut. Penjara tersebut seolah-olah menjadi rumah baru, tempat tinggal Habib. Banyak keanehan yang terjadi selama Habib Abdullah tinggal di penjara. Setiap kali ia memandang borgol di kakinya, terlepaslah ikatan borgol itu.
Kepala penjara juga pernah memerintahkan para sipir untuk memasang rantai besi di leher Habib. Tapi tak pernah berhasi memasangnya. Suatu ketika kepala penjara beserta keluarganya menderita sakit panas. Kepala penjara sadar, ia telah berlaku kurang ajar kepada Habib. Ia pun mengutus anak buahnya untuk memohon doa' kesembuhan kepada Habib.
"Ambillah borgol dan rantai ini, ikatkan di kaki dan lehernya, maka ia akan sembuh."
Karena ingin sembuh, kepala penjara mau juga melakukan ritus penyembuhan yang terbilang aneh itu. Begitulah Allah swt membalas perlakuan orang yang berbuat kurang ajar kepada para wali-Nya.
Selama berada di penjara, Habib sempat menikah beberapa kali. Sehingga beberapa kali pula berlangsung perjamuan di dalam penjara. Bahkan di penjara itu ada yang masuk islam karena seringnya mendengar ceramah Habib.
Keluar dari penjara, Habib sempat tinggal di Betawi beberapa tahun. Setelah itu, beliau memilih kampong Empang di Bogor sebagai kediamannya. Rumah Habib Abdullah kembali dipenuhi umat dengan berbagai maksud dan keperluan. Habib Abdullah kemudian membangun Masjid An-Nur di Empang Bogor pada tahun 1900 M, dan masih tetap terjaga hingga kini.


( Al-Kisah No.12 / tahun III / 6-19 juni 2005 )

No comments:

Post a Comment